Keunggulan Kerja atas Modal

2019-07-09 06:40:48 |     By Admin

Keunggulan Kerja atas Modal

 

Dalam keadaan lelah dan tertekan seringkali kita bertanya mengapa kita harus bekerja dengan susah payah? Untuk memenuhi keperluan hidup? Mungkin itu bisa menjadi salah satu jawaban tetapi tujuan utama kerja manusia adalah untuk membangun martabat pribadi yang utuh. Dengan bekerja manusia melakukan proses aktualisasi diri secara positif. Panggilan untuk bekerja yang menjadi ciri khas manusia merupakan dimensi fundamental keberadaan manusia di muka bumi. Bekerja bukan merupakan hukuman akibat dosa manusia pertama, tetapi merupakan kesempatan yang diberikan kepada manusia untuk terlibat dalam penciptaan kreatif yang dilakukan oleh Yang Ilahi secara terus menerus.

Kerja yang diartikan sebagai labor (kerja fisik) ataupun opus (kerja lebih menggunakan pikiran) tidak akan lepas dari modal (sarana dan prasarana untuk menghasilkan sesuatu). Dalam dunia modern sekarang ini di mana sarana kerja semakin canggih muncul ancaman pendegradasian terhadap martabat manusia. Dalam dunia kerja sering manusia dipandang sebagai alat kerja dan bukan sebagai subyek kerja. Manusia hanya dilihat sebagai ‘sekrup’ kecil dalam seluruh konstalasi mesin besar yang menghasilkan suatu produk, padahal manusia lebih penting daripada modal atau alat lainnya.

Termasuk bentuk degradasi lain yang memperkosa martabat manusia dalam bekerja adalah pengangguran, bekerja tidak sesuai dengan skill (melakukan pekerjaan yang lebih rendah daripada keahliannya), upah yang tidak cukup untuk menopang kehidupan, keselamatan dan keseamanan kerja yang tidak memadai, dan kerja paksa.  

Dalam sejarahnya, proses degradasi terhadap manusia justru dimulai oleh temuan teknologi yang luar biasa pada saat Revolusi Industri di Inggris (1750-1850). Sebelum Revolusi Industri manusia memenuhi kebutuhan hidup dengan kerja manual terutama dalam bidang pertanian, namun dengan ditemukannya mesin uap maka Revolusi Industri tidak bisa terelakkan. Mesin uap memicu munculnya mesin lain seperti mesin pemintal, tenun yang mampu menggantikan kerja manual lebih banyak dan lebih cepat. Nilai kerja manusia digeser oleh mesin sehingga manusia kehilangan identitas diri sebagai penerus karya cipa Ilahi.

Dengan munculnya industry besar-besaran di Inggris masalah social, ekonomi dan politik tidak bisa dihindari. Orang berbondong-bondong melakukan urbanisasi agar bisa bekerja di pabrik sementara lahan pertanian ditinggalkan. Pekerjaan sebagai petani makin punah, pekerjaan sebagai buruh dengan segala konsekuensi social semakin besar. Arus urbanisasi tidak terbendung lagi karena mereka ingin mencari penghasilan yang lebih besar. Kerja kreatif di tempat asal semakin punah digantikan pengabdian kepada mesin industry.

Manusia mendegradasi martabatnya dengan meninggalkan kerja kreatifnya dan pergi untuk melayani mesin demi upah tertentu. Ekonomi meningkat tetapi masalah social dan politik muncul. Muncul kelas buruh dan kelas majikan, atau kerja dan modal yang selalu beda kepentingan hingga sekarang.

Pertentangan kepentingan antara buruh dan majikan seperti rantai yang tidak terputuskan. Dua kelas yang berbeda ini bertentangan dan berbeda kepentingan tetapi anehnya tetap membutuhkan satu sama lain. Buruh tidak bisa makan tanpa kerja (pada majikan), majikan tidak bisa mengembangkan usahanya tanpa adanya buruh. Ada simbiosis mutualisma sekaligus pertentangan kepentingan tiada henti, yang satu merasa tertindas tetapi butuh sementara yang satu menekankan efisiensi agar usaha dan modalnya bertambah.

Konflik kepentingan antara kerja dan modal atau antara buruh dan majikan dalam filsafatnya Marx dan Engel ditarik menjadi konflik kelas, bahwa pertentangan kelas sebagai satu-satunya jalan untuk menghapus ketidakadilan kelas dalam masyarakat dan meniadakan kelas itu sendiri. Terjadi kolektivisasi upaya-upaya pribadi dan kekuasan privat ke kolektif di mana hak pribadi hilang. Dalam prakteknya bila hal ini diterapkan justru kekacauan terjadi, hak asasi pribadi dilecehkan, dan martabat manusia direndahkan.

Namun demikian bila  terpaksa dipertentangkan maka prioritas kerja atas modal atau prioritas manusia atas alat dan proses produksi tidak bisa lagi diperdebatkan lagi dengan mengingat esensi utama makna kerja. Kerja adalah milik ekskusif manusia secara independen sedangkan modal dihasilkan dari kerja manusia, maka tidak sepatutnya terjadi bahwa apa yang dihasilkan manusia justru menguasai manusia.

Keunggulan kerja atas modal inilah yang perlu dikembangkan oleh hubungan industrial pada zaman sekarang. Prioritas kerja atas modal merupakan prasarat mutlak untuk menghormati hak asasi manusia. Itulah sebabnya mengapa kepatuhan (compliance) kepada persyaratan social kerja menjadi keharusan agar martabat manusia semakin dihormati dalam dunia kerja.

 

Semarang, 12 Febuari 2018

Paulus Irawan Setyaji,

Senior Manager HRD PT ScanCom Indonesia Semarang;

Anggota PHRD Jawa Tengah